Bakteri Penghasil Kristal Protein
sebagai Bioinsektisida
Penggunaan
insektisida dalam dunia pertanian merupakan hal yang banyak dilakukan di
berbagai penjuru dunia. Hal ini dilakukan untuk menurunkan populasi hama yang
ada di lingkungan pertanian agar didapatkan hasil pertanian terbaik. Penggunaan
insektisida yang tak terkendali menjadi kekhawatiran berbagai ahli dengan
dampak yang mungkin ditimbulkan terutama dari penggunaan insektisida buatan
yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat terutama dibidang kesehatan.
Oleh karena itu dikembangkan bioinsektisida alternatif yang dapat menurunkan
populasi hama di tanah pertanian dengan tidak menimbulkan dampak negatif
terhadap masyarakat dan lingkungan. Dalam hal ini dikembangkanlah
bioinsektisida alami dari kelompok bakteri.
Bakteri yang dapat
digunakan sebagai bioinsektisida alami yaitu Bacillus thuringiensis
(Bt) yang paling terkenal patogen terhadap serangga, kontrol
agen sejak tahun 50-an. Bakteri ini tersebar di berbagai tempat pada hampir
semua penjuru dunia. Pertama kali dijumpai di Jepang pada tahun 1901, yang
membunuh ulat sutera di tempat pemeliharaan. Sepuluh tahun kemudian, di Jerman
ditemukan strain baru dari Bt pada larva yang menyerang biji-bijian (serealia)
di gudang penyimpanan. Karena strain berikutnya ditemukan di Propinsi
Thuringen, maka bakteri ini disebut Bacillus thuringiensis, yaitu
nama yang diberikan pada famili bakteri yang memproduksi kristal paraspora yang
bersifat insektisidal. Semula bakteri ini hanya diketahui menyerang larva dari
serangga kelas Lepidoptera sampai kemudian ditemukan bahwa bakteri ini juga
menyerang Diptera dan Koleoptera (Dent, 1993).
Klasifikasi
ilmiah
Kerajaan : Eubacteria
Filum :
Firmicutes
Kelas :
Bacilli
Ordo :
Bacillales
Famili :
Bacillaceae
Genus :
Bacillus
Spesies : Bacillus thuringiensis
B. thuringiensis merupakan
bakteri gram-positif berbentuk batang. Jika nutrien di mana dia hidup sangat
kaya, maka bakteri ini hanya tumbuh pada fase vegetatif, namun bila suplai
makanannya menurun maka akan membentuk spora dorman yang mengandung satu atau
lebih jenis kristal protein. Kristal ini mengandung protein yang disebut
δ-endotoksin, yang bersifat lethal jika dimakan oleh serangga yang peka.
Bakteri ini
menghasilkan sejumlah besar protein kristal selama proses sporulasi. Kristal
protein dapat dilihat baik dengan mikroskop cahaya dan mikroskop elektron. Hal
ini dibentuk dalam sporangium bersama dengan spora dan disebut sebagai
parasporal tubuh. Kristal protein ini adalah racun bagi serangga. Sel vegetatif
B. thuringiensis dan spora ditemukan
pada daun dan tertelan oleh serangga yang memakan daun. Umumnya inang organisme
ini adalah larva ngengat dan kupu-kupu (kelas Leptidoptera). Serangga ini
memiliki larutan alkali yang beracun dalam ususnya. Racunnya adalah racun saraf
yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian ulat. Sepertinya,
bakteri ini tumbuh pada bangkai inangnya yang telah mati.
Bioinsektisida
Bt merupakan 90-95% dari bioinsektisida yang dikomersialkan untuk dipakai oleh
petani di berbagai negara. Dengan kemajuan teknologi, gen
insektisidal Bt ini telah dapat diisolasi dan diklon sehingga
membuka kemungkinan untuk diintroduksikan ke dalam tanaman.
Tanaman yang mengekspresikan gen Bt ini dikenal dengan sebutan
tanaman transgenik Bt. Tanaman transgenik Bt pertama kali
dikomersialkan pada tahun 1995 atau 1996 dan sejak itu luas pertanaman
ini meningkat (James, 2000).
Daftar Pustaka
Bahagiawati. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai
Bioinsektisida. pdf. http://www.biogen.litbang.deptan.go.id.
Diakses tanggal 23 Desember 2013 pukul 12.47 WIB.
Dent, D.R. 1993. The use of Bacilllus
thuringiensis as insecticide. In Jones, D.G. (Ed.). Exploition of
Microorganisms. Chapman and Hall, p. 19-44.
James, C. 2000. Global review of commercial
transgenic crops: 2000. ISAAA Briefs. No. 21: Preview. ISAAA: Ithaca, New York.